Uniba Gelar Halal Bil Halal, Ini Pesan Ketua Dewan Pembina Yayasan


BALIKPAPAN—Universitas Balikpapan menggelar acara halal bil halal yang dihadiri oleh Ketua Dewan Pembina Yayasan Pendidikan Tinggi Darma Wirawan Kalimantan Timur Universitas Balikpapan Dr. Rendi Susiswo Ismail SE, SH, MH. Rektor Universitas Balikpapan Dr. Ir. Isradi Zaenal ST, MT, MH, MM, DESS, IPU. Para Wakil Rektor dan seluruh civitas akademika serta sejumlah perwakilan mahasiswa dari seluruh fakultas dan program studi yang digelar di halaman kampus Uniba, Jumat pagi (20/05/2022).

Pada kesempatan ini, Rendi Susiswo Ismail dalam sambutannya menyampaikan, bahwa digelarnya acara halal bil halal ini dalam rangka merefresh atau menyegarkan semangat kebersamaan. “Semuanya ini memanfaatkan momentum puasa Ramadan ini untuk memperbaiki diri, membersihkan hati, pikiran, sehingga kembali jernih dan kembali bekerja seperti biasa,” ujar Rendi Ismail.

Lebih lanjut Rendi mengatakan, setelah menjalani ibadah puasa selama satu bulan penuh dan merayakan Hari Raya Idul Fitri untuk saling memaafkan, jangan lagi bekerja biasa biasa saja. Jadi harus ada peningkatan kualitas. Seperti kualitas pendarmabaktian mulai dari Rektor, Wakil Rektor, Dekan seluruh dosen dan pegawai harus lebih ditingkatkan lagi. “Baik sebagai karyawan, sebagai pejabat, untuk bisa lebih baik lagi, untuk lebih maju lagi. Bekerja berdasarkan standar Tupoksi yang ada, SOP yang ada, kerja kerja yang terukur dengan target target yang jelas, sesuai dengan visi yang bisa membawa ke arah Uniba jauh lebih baik lagi,” ujarnya.

Dalam sambutannya Rendi menyampaikan, dalam konteks kebangsaan ini lebih pada upaya untuk bagaimana mengajak dan  memahami tentang bangsa dan negara ini dengan baik. Menurut Rendi, bangsa dan negara ini dibangun dengan pengorbanan yang sangat luar biasa oleh para pendiri bangsa ini. “Dan mereka itu, latar belakangnya juga berbeda-beda, beragam. Dan keputusan-keputusan politik strategis yang diputuskan oleh para pendiri bangsa itu sudah lewat proses perenungan dan kajian yang mendalam. Sehingga persoalan-persoalan yang sekarang menjadi issu, apakah itu radikalisme, ekstremis, fundamentalis dan intoleransi mestinya sudah tidak ada lagi di bangsa ini untuk saat ini,” ujarnya.

Ia juga menyampaikan, bahwa bangsa ini sudah dari dulu sama-sama menyatukan  fikiran, menyatukan hati dan menyatukan visi untuk membentuk bangsa ini seperti apa, komitmennya bagaimana, negaranya seperti apa, menurutnya semuanya sudah jelas. Secara idiologi Pancasila sudah jelas dan final. Tidak usah diutak-atik lagi. Kemudian kontitusi negara sudah jelas, guiden yang disusun oleh para pendiri bangsa sudah jelas untuk mengakomodir latar belakang bangsa ini yang beragam.

Rendi juga menyampaikan, diskusi-diskusi yang sering dilakukan dinilai tidak produktif yang berkaitan dengan berbagai macam stigma politik yang menurut Rendi untuk kepentingan politik praktis. Ia melihat ini untuk kepentingan politik praktis. Siapapun itu dan dari latarbelakang siapapun itu. Lalu kemudian mengemas isu-isu yang murahan. Menurut Rendi itu murahan dan itu merupakan sebuah pengkhianatan terhadap apa yang pernah dilakukukan oleh para pendiri bangsa kita yang sudah tuntas. Ia juga menyebut jika bicara perbedaan juga sudah tuntas. Tidak perlu lagi diperdebatkan

“Bangsa ini tidak perlu lagi bicara tentang tentang kamu orang Islam, kamu orang Kristen, kamu orang Hindu dan kamu orang Budha. Ga perlu lagi. Tinggal bagaimana kemudian secara kualitas, meningkatkan kualitas keberagamaan masing-masing orang yang beragama itu menjadi orang yang beragama yang baik. Orang Islam menjadi orang Islam yang baik. Orang Kristen yang baik. Dan penganut agama yang lain juga demikian. Dan ini sudah terjalin dengan baik sebelum bangsa ini menjadi bangsa Indonesia, menjadi negara Indonesia, sudah terbangun kultur itu jauh lebih dulu,” imbuhnya.
 

Rendi juga mengatakan, bangsa ini sudah 76 tahun merdeka, ia mengingatkan komunitas akademisi harus bisa menempatkan posisi seperti posisi para akademisi di zaman dulu, yang terlibat dalam pendirian bangsa ini. Menurut Rendi, mereka itu dulu para akademisi ini berdiri di barisan terdepan, untuk memperjuangkan kepentingan bangsa dan negara ini.

 

Rendi juga menyebut, bahwa di zaman itu Dokter Soetomo adalah seorang akademisi, yang merupakan seorang dosen di Fakultas Kedokteran Universitas Stovia.  Menurut Rendi, tokoh tokoh pergerakan kemerdekaan dan perjuangan itu akademisi. “Bung Karno akademisi, pendidikannya bagus, Kihajar Dewantara, Pak Muhammad Hatta. Basik akademisnya bagus. Beliau cendiakiawan, beliau ilmuwan. Jadi berdirinya bangsa ini tak lepas dari peran para akademisi,” pungkasnya.