Ketua AJI Kota Balikpapan Menjadi Pemateri di Acara Diskusi Tentang Penyiaran di Hadapan Pengurus BEM Fakultas Hukum Uniba


BALIKPAPAN—Usai dilantik menjadi pengurus BEM dan DPM Fakultas Hukum Universitas Balikpapan, para pengurus mengikuti diskusi dengan tema “Polemik RUU Penyiaran : Dimanakah Letak Payung Hukum Demokrasi?” yang digelar di Aula Rumah Jabatan Walikota Balikpapan, Senin (29/07/2024).

Diskusi ini menampilkan dua narasumber, yaitu Erik Alfian, seorang jurnalis senior dari surat kabar terkenal di Kalimantan Timur yang juga Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Balikpapan. Dan Joni Sasmito SH. MH., selaku Dosen di Fakultas Hukum.

Erik Alfian selaku pemateri pertama dalam diskusi ini diantaranya menyampaikan, bahwa revisi undang- undang (UU) penyiaran yang sedang dibahas oleh DPR-RI. Menurut Erik Alfian, Draf tertanggal 27 Maret 2024, Revisi UU Penyiaran secara nyata membatasi kerja-kerja jurnalistik maupun kebebasan berekspresi secara umum. Negara, dalam hal ini Pemerintah, kembali berniat untuk melakukan kendali berlebih (over controlling) terhadap ruang gerak warga negaranya. Hal ini tentu tak hanya berdampak pada pelanggaran terhadap hak atas kemerdekaan pers, tetapi juga pelanggaran hak publik atas informasi.

Melalui RUU ini KPI memiliki kewenangan untuk menangani sengketa jurnalisme penyiaran yang kini masih ditangani oleh Dewan Pers. Dalam UU Penyiaran yang saat ini berlaku (UU 32 / 2002), disebutkan juga bahwa kegiatan jurnalistik harus tunduk pada kode etik jurnalistik. Sementara itu, dalam RUU ini, muatan jurnalistik harus tunduk pada peraturan KPI (P3-SIS). “Artinya, kalausul ini juga berpotensi menyebabkan tumpang tindih kewenangan antara KPI dan Dewan Pers,” ujar Erik Alfian.

Menurut Erik, larangan penayangan isi siaran dan konten siaran yang mengandung berita bohong, fitnah, penghinaan dan pencemaran nama baik. Pemerintah menggunakan kekuasaannya secara eksesif melalui pasal-pasal pemberangus demokrasi berdalih perlindungan terhadap penghinaan dan pencemaran nama baik yang semakin dilegitimasi melalui RUU penyiaran. “Alih-alih mempersempit ruang kriminalisasi bagi jurnalis maupun masyarakat pada umumnya, eksistensi pasal elastis ini justru semakin diperluas penggunaannya,” pungkasnya.

Usai menyampaikan materinya, dilanjutkan pemateri ke dua oleh Joni sasmito SH. MH., dan diakhiri sesi tanya jawab. Dipenghujung dilakukan pemberian sertifikat dari penyelenggara kepada ke dua narasumber.

HUMAS UNIVERSITAS BALIKPAPAN