BALIKPAPAN—Salah 1 dari 25 peserta Yudisium Fakultas Sastra Universitas Balikpapan yang meraih IPK tertinggi adalah Farah Faye Hoogervost dengan IPK 3.97. Ia mengaku bangga dan terharu setelah ditetapkan sebagai peraih IPK tertinggi. Namun dibalik itu, ada perjuangan panjang yang dilakukan Farah selama menjalani perkuliahan. Hal ini disampaikannya usai mengikuti prosesi Yudisium di Ballroom Hotel Novotel, Minggu (15/10/2023).
Menurutnya, selama ia menjalani perkuliahan, ia harus mengetahui dirinya terlebih dahulu sejauh mana kapabilitas yang dimilikinya. Kemudian mampu menyusun waktu, seperti membagi waktu antara kegiatan kampus dan jam perkuliahan. Selain dari pada itu, nilai yang ia raih tak lepas dari aktifitas-aktifitasnya, seperti mengikuti organisasi yang ada di luar kampus. “Selain bisa mengatur waktu, mengikuti organisasi itu tidak salah. Itu sebenarnya menjadi poin plus untuk kita, yang tidak kita dapat di perkuliahan,” ujarnya.
Selain bisa mengatur waktu, Farah juga gemar sekali membaca. Menurutnya, buku adalah jendela dunia. Maka tak heran, banyak sekali buku-buku yang tuntas ia baca sebagai referensi di perkuliahan.
Gadis kelahiran Belanda 10 Juli 2002 dari pasangan Walter Hoogervort warga negara Belanda dan Tan Hertanigsih (Alm) ini sengaja memilih Fakultas Sastra dengan Program Studi Sastra Inggris. Karena keseharianya di rumah lebih sering menggunakan bahasa Belanda. “Karena saya lahirnya di Belanda, bukan berarti bahasa pertama di Belanda adalah bahasa Inggris. Sebenarnya bahasa pertamanya bahasa Belanda. Jadi kami tidak diajarkan untuk belajar bahasa Inggris di sana. Inilah yang melatari saya untuk memilih program studi Sastra Inggris,” ujar Farah lagi.
Farah sendiri bermukim di Balikpapan sejak 16 tahun yang lalu atau tepatnya di tahun 2007, dan menempuh pendidikan di salah satu sekolah swasta ternama di kota Balikpapan dari TK hingga SMK. Di sekolah tersebut pula Farah juga belajar Bahasa Inggris.
Keberhasilan Farah mencapai IPK tertinggi tak lepas dari dukungan ke dua orang tuanya. Karena telah berperan besar dalam hidupnya. Mulai dari merawat, membesarkan, mendidiknya dan memberi support hingga saat ini. Terlebih Farah sejak kecil tidak pernah dititipkan kepada siapaun. “Seumur hidup saya, sampai mamah meninggal pun, mamah yang sebenarnya merawat saya. Namun mamah saya meninggal 2 tahun lalu karena Covid. Papah dan mamah sayalah yang punya peranan besar dalam keberhasilan saya saat ini,” ujar Farah dengan mata berkaca-kaca.
Setelah ditetapkan sebagai IPK tertinggi, Farah ingin mengabdi di Kota Balikpapan dengan mencari pekerjaan. Namun ia belum bisa menentukan di tempat mana ia akan bekerja dan ia pun belum bisa memberi kepastian. “Saya mengikuti jalan dari Tuhan saja,” pungkasnya.
HUMAS UNIVERSITAS BALIKPAPAN